Thursday 30 May 2013

Suamiku Selingkuh dengan Lelaki Lain

Mungkin banyak yang bingung memahami judul diatas, seorang suami selingkuh dengan seorang lelaki? Gimana caranya ya? Tapi ini adalah sebuah fakta yang dialami seorang ibu.
Saya tidak akan membahas kronologis cerita ini, tetapi kami akan mengulas bagaimana fenomena ini bisa muncul. Saya yakin, bahwa fenomena ini bukan hanya dialami oleh ibu tersebut, tetapi beberapa orang lainnya kemungkinan juga mengalaminya. Pada pembahasan sebelumnya kita telah mengulas Pengertian Homoseksual, Transeksual dan Biseksual, Penyimpangan Seksual, dan Gangguan Identitas Gender (Gender Identity Disorder), serta pandangan psikologi dan agama terhadap perilaku homoseks. Berangkat dari pembahasan inilah kita akan memulai mengulas fenomena seorang suami selingkuh dengan seorang lelaki diatas.
Dalam DSM IV-TR, homoseksual bukan lagi sebagai sebuah gangguan perilaku, tetapi merupakan salah satu varian dari orientasi seksual. Hal ini yang membuat beberapa negara sudah melegalkan pernikahan sesama jenis (pernikahan homo/pasangan gay atau lesbi). Hal ini berbeda dengan beberapa negara yang masih menentang kuat pernikahan sesama jenis ini. hubungan seksual antara sesama jenis adalah sebuah hubungan yang sangat tabuh, perbuatan paling tercelah, dan tidak bisa diterima. Yang menjadi masalah adalah, jika ada seseorang yang mengami orientasi seksual “menyimpang (homo)”, mereka tidak dapat bebas melampiaskan hasrat seksualnya karena masyarakat dan budaya tidak bisa menerima perilaku tersebut. Apakah karena tekanan budaya dan agama tersebut dapat menghilangkan/mengubah keinginan/orientasi seksual kaum homo?
Menurut beberapa pakar seksiologi, probabilitas munculnya perilaku homoseks dalam populasi sekitar 10 berbanding 1. Jadi, dari sepuluh orang, kemungkinan yang mengalami orientasi homoseks sekitar 1 orang. Ada juga yang memperkirakan sekitar 3 persen dari populasi. Jika perkiraan ini betul, berarti populasi orang yang mengalami orientasi homoseks sangat banyak di Indonesia. Dari 200 juta penduduk Indonesia dikali 3 persen, minimal terdapat sekitar 7.000.000 kaum homo di Indonesia (jika perkiraan ini betul). Belum ada data pasti jumlah kaum homoseks di Indonesia, karena kaum homo masih menutup diri menunjukkan dan berterusterang dengan identitas orientasi seksualnya.
Bagaimana cara kaum homoseksual menyalurkan hasrat seksualnya pada masyarakat yang tidak menerima perilaku tersebut? Kebanyakan kaum homoseks, memendam keinginan dan hasrat seksualnya terhadap sesama jenis. Untuk dianggap normal, bahkan sebagian dari mereka rela menikah dengan lawan jenis, walau dalam batinnya tidak menyukai pernikahan tersebut. Ini dilakukan hanya untuk bisa diterima dalam masyarakat. Sebagian dari mereka, bahkan masih melakukan aktivitas seks dengan sesama jenis dan lawan jenis, yang membuat mereka seperti kaum biseks (menyukai berhubungan dengan laki-laki atau perempuan). Penyembunyian hasrat homoseksual ini menjadi heteroseks, bisa terjadi bagi gay maupun lesbi. Seorang homoseks (gay dan lesbi), bahkan bisa menjadi seorang ayah (suami --- bagi seorang gay) atau seorang lesbi bisa menjadi seorang ibu (istri), walau keinginan berhubungan dengan sesama jenis tetap tidak menghilang. Jika situasi memungkinkan, mereka akan melakukan perilaku homoseks tersebut dengan pasangannya (terkadang mereka punya pasangan homoseks intim) walau harus meyimpangnya dalam-dalam.
Hal inilah yang dialami oleh ibu pada penggalan cerita di awal. Suaminya adalah seorang homoseks, dan terpaksa menikah dengan ibu tersebut untuk tetap diakui masih sebagai orang normal. Dalam kehidupan keluarga, mereka sudah mempunyai anak, tetapi suaminya tersebut mempunyai simpanan yang ternyata adalah seorang lelaki (partner homonya).
Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah perilaku homoseksual bisa berubah menjadi heteroseksual? Karena dalam agama sudah jelas tidak menerima perilaku tersebut. Budayapun (khususnya budaya di timur) juga tidak menerima perilaku ini.

Perilaku Homoseksual di Temukan pada Hewan

Bukti ilmiah menunjukkan bahwa perilaku homoseksual di temukan pada spesies hewan. Setidaknya, homoseksualitas ditemukan pada 500 spesies dari 1500 spesies binatang yang diobservasi. Binatang-binatang itu tak hanya menunjukkan kecenderungan untuk membentuk pasangan jantan-betina, namun juga jantan-jantan, dan betina-betina.
Bukti perilaku homoeksual pada hewan ini masih menimbulkan pertanyaan panjang, apakah karena pengaruh genetika atau pengaruh lingkungan. Pertanyaan ini pula yang masih di perdebatkan akan perilaku homoseksual pada manusia. Homoseksual pada manusia menurut kajian psikologi khususnya pada DSM-IV TR, bukan lagi merupakan sebuah gangguan, tetapi hanyalah merupakan salah satu bentuk varuasi seksual. Tetapi penerimaan terhadap kaum homoseksual masih menerima tantangan yang hangat dari kaum agama dan budaya yang tidak menerima perilaku tersebut.
Berikut ini Berikut ini beberapa spesies binatang kedapatan memiliki kecenderungan perilaku homoseksual.
Simpanse Bonobo
Dipandang sebagai spesies yang paling dekat dengan manusia, simpanse Bonobo termasuk binatang yang tak malu-malu dalam mencari kesenangan seks. Hampir semua simpanse jenis ini menunjukkan perilaku biseksual. Mereka sangat sering melakukan kopulasi (berhubungan seks) termasuk dengan sejenis, dan suka berteriak-teriak kesenangan saat melakukannya. Tercatat sekitar dua pertiga aktivitas homoseksual adalah sesama betina
Jerapah
Aktivitas homoseksual sering terlihat di antara jerapah jantan.Seringkali aktivitas ini dimulai dengan saling menempelkan leher mereka yang jenjang. Aktivitas sesama jenis ini bisa berlangsung hingga sejam. Menurut sebuah studi, setiap 20 jerapah jantan, setidaknya satu ekor jerapah melakukan aktivitas homoseks ini.
Lumba-lumba
Lumba-lumba hidung botol adalah jenis lumba-lumba yang paling sering dijumpai manusia. Lumba-lumba ini umumnya biseksual. Kegiatan homoseksual pada mamalia ini memiliki frekuensi yang berimbang dengan aktivitas heteroseksual mereka. Kegiatan homoseksual mereka meliputi oral seks, di mana lumba-luma yang satu menstimulasi lumba-lumba lainnya dengan moncongnya. Sementara, lumba-lumba jantan juga melakukan stimulasi dengan menggososkkan alat genitalnya ke tubuh jantan lainnya.
Bison
Lebih dari 55 persen aktivitas seks bison jantan muda adalah dengan sesama jenis. Aktivitas homoseksual ini disebabkan karena bison betina hanya melakukan hubungan dengan bison jantan, sekitar sekali setahun. Saat musim kawin bison jantan juga melakukan aktivitas seks dengan sesama jenis, beberapa kali sehari.
Paus Abu-abu
Interaksi homoseksual cukup banyak dijumpai pada paus abu-abu. Biasanya, paus abu-abu jantan berkelompok hingga lima ekor, lalu berenang berkelindan sambil menggosokkan perut mereka, agar genital mereka tersentuh satu sama lain.

Monday 27 May 2013

Ilmu Psikologi Bukan Ilmu Dukun

Sebuah pernyataan yang sangat penting untuk di ulas. Bagi masyarakat kita, Ilmu psikologi adalah sebuah ilmu baru. Sebagian orang menganggap bahwa psikologi mempelajari jiwa, dan bisa meramalkan kondisi seseorang. Mungkin mereka menganggap bahwa ilmu psikologi itu adalah turunan dari ilmu santet.
Padahal jika kita merujuk pada sejarah perkembangan ilmu psikologi sendiri, kita akan mendapatkan bahwa ilmu psikologi adalah ilmu yang sangat tua, seumur manusia itu sendiri, bahkan lebih tua dari ilmu dukun. Apakah ilmu psikologi mempunyai hubungan dengan ilmu dukun? Atau ilmu psikologi merupakan turunan dari ilmu santet yang bisa meramalkan keadaan jiwa seseorang?
Ini adalah pernyataan dan anggapan masyarakat yang harus diluruskan. Setidaknya, sudah beberapa orang yang bertanya masalah ini kepada saya akhir-akhir ini. Rata-rata dari mereka adalah teman-teman yang bisa dianggap mempunyai background pendidikan cukup lumayan, tapi tetap saja ingin dirinya diramal oleh seorang sarjana psikologi seperti saya. Untuk tidak menyesatkan mereka lebih jauh, saya hanya memberikan jawaban singkat “ilmu psikologi bukan ilmu dukun”.
Apa yang menyebabkan anggapan masyarakat ini begitu jauh melenceng dari sasaran ilmu psikologi itu sendiri. Sampai saat ini saya mencatat ada 3 hal meyebabkan dispersepsi ini dikalangan masyarakat:
Pesatnya perkembangan ilmu psudoscience (ilmu-ilmu semu)
Ilmu-ilmu pseudoscience mungkin merupakan sebuah selubung yang menutupi ilmu psikologi, apalagi ilmu psikologi tidak terlalu berkembang dalam penelitian khususnya di Indonesia, sehingga gaung pseudoscience yang menganggap mereka mempelajari ilmu jiwa, jauh lebih besar. Pseudoscience adalah ilmu-ilmu semu (tidak bisa diuji kebenarannya), adalah ilmu yang berkembang tanpa prosedur ilmiah yang bisa dibuktikan dan dipercaya. Berbeda dengan ilmu psikologi, dimana perkembangannya di tunjang oleh penelitian itu sendiri.
Sebut saja contoh ilmu pseudoscience yang lebih populer dimasyarakat dan mengangap itu adalah ilmu psikologi seperti hypnosis, sulap, aktraktif, dan lain-lain.
Tingkat konsistensi sarjana psikologi
Konsistensi yang saya maksudkan disini adalah pemahaman dan penerapan ilmu psikologi oleh sarjanan psikologi itu sendiri. Kita bisa melihat beberapa sarjana psikologi justru menambah kekeliruan anggapan masyarakat, jika sarjana psikologi tersebut lebih mempraktekkan ilmu-ilmu pseudoscience. Bahkan sebagian sarjana psikologi menganggap bahwa ilmu-ilmu pseudoscience ini adalah bagian dari ilmu psikologi murni. Ini mungkin patut diluruskan, terlepas dari kegemaran kita mendalami ilmu pseudoscience tersebut.
Tidak ada struktur yang kuat yang bisa dijadikan acuan dalam masyarakat
Apakah ada organisasi yang menaungi dan bertanggungjawab terhadap penerapan dan pengembangan ilmu psikologi? Semua disiplin ilmu mempunyai payung organisasi, dan memiliki kode etik keilmuan, begitupun psikologi. HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia), adalah payung organisasi itu. Tetapi patut disayangkan, gaung HIMPSI dimasyarakat tidak menggema bahkan seakan seperti hidup enggan matipun tak mau, di beberapa HIMPSI di daerah yang merupakan tonggak HIMPSI itu sendiri.
Anggapan masyarakat yang menganggap bahwa ilmu psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa, membaca psikiran orang, bahkan ada sebagian yang merasa enggan bergaul dengan orang-orang psikologi, karena takut rahasianya terbongkar, adalah pekerjaan utama oleh praktisi psikologi menjawab fenomena di masyarakat ini.
artikel terkait :

Sunday 26 May 2013

Manfaat Buah Durian

Manfaat buah durian sangat besar, dilihat dari kandungan gizi dan manfaatnya bagi kesehatan manusia. Secara umum, manfaat tanaman durian selain buahnya sebagai makanan buah segar dan olahan lainnya, juga terdapat manfaat dari bagian lainnya (AAK, 1997), yaitu:
  1. Tanamannya sebagai pencegah erosi di lahan-lahan yang miring. 
  2. Batangnya untuk bahan bangunan/perkakas rumah tangga. Kayu durian setaraf dengan kayu sengon sebab kayunya cenderung lurus. 
  3. Bijinya yang memiliki kandungan pati cukup tinggi, berpotensi sebagai alternatif pengganti makanan. 
  4. Kulit dipakai sebagai bahan abu gosok yang bagus, dengan cara dijemur sampai kering dan dibakar sampai hancur, dapat juga digunakan untuk campuran media tanaman di dalam pot, serta sebagai campuran bahan baku papan olahan serta produk lainnya. 
  5. Bunga dan buah mentahnya dapat dijadikan makanan, antara lain dibuat sayur.
Bagian utama dari tanaman durian yang mempunyai nilai ekonomi dan sosial cukup tinggi adalah buahnya. Buah yang telah matang selain enak dikonsumsi segar, juga dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai jenis makanan maupun pencampur minuman seperti dibuat kolak, bubur, keripik, dodol, tempoyak, atau penambah cita rasa ice cream. Disamping itu, buah durian mengandung gizi cukup tinggi dan komposisinya lengkap, seperti disajikan pada tabel berikut (Rukmana, 1996).
Tabel Kandungan Manfaat Buah Durian Per 100 gr Bahan
Kandungan Gizi
Satuan
Jumlah
Energi
kal
134,0
Protein
gr
2,4
Lemak
gr
3,0
Karbohidrat
gr
28,0
Kalsium
mgr
7,4
Fosfor
mgr
44,0
Zat Besi (Fe)
mgr
1,3
Vitamin A
SI
175,0
Vitamin B1
mgr
0,1
Vitamin C
mgr
53,0
Air
gr
65,0
Bagian dapat dimakan
%
22,0
Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI (1996)
Biji durian berbentuk bulat-telur, berkeping dua, berwarna putih kekuning-kuningan atau coklat muda. Tiap rongga terdapat 2-6 biji atau lebih. Biji durian merupakan alat atau bahan perbanyakkan tanaman secara generatif, terutama untuk batang bawah pada penyambungan (Rukmana, 1996).
Biji durian dapat diperoleh pada beberapa daerah yang mempunyai potensi akan adanya buah durian dimana biji durian tersebut menjadi salah satu limbah yang terbengkalai atau tidak dimanfaatkan, yang sebenarnya banyak mengandung nilai tambah. Agar limbah ini dapat dimanfaatkan sebagaimana sifat bahan tersebut dan digunakan dalam waktu yang relatif lama, perlu diproses lebih lanjut, menjadi beberapa hasil yang bervariasi.
Di Indonesia biji durian memang belum memasyarakat untuk digunakan sebagai bahan makanan. Biasanya biji durian hanya dikonsumsi sebagian kecil masyarakat setelah direbus atau dibakar (Rukmana, 1996), padahal biji durian dapat diolah menjadi makanan lain yang lebih menarik dan enak. Produk pengolahan biji durian antara lain keripik biji durian, bubur biji durian dan tepung biji durian....selanjutnya...
.

Manfaat Buah Durian

Manfaat buah durian sangat besar, dilihat dari kandungan gizi dan manfaatnya bagi kesehatan manusia. Secara umum, manfaat tanaman durian selain buahnya sebagai makanan buah segar dan olahan lainnya, juga terdapat manfaat dari bagian lainnya (AAK, 1997), yaitu:
  1. Tanamannya sebagai pencegah erosi di lahan-lahan yang miring. 
  2. Batangnya untuk bahan bangunan/perkakas rumah tangga. Kayu durian setaraf dengan kayu sengon sebab kayunya cenderung lurus. 
  3. Bijinya yang memiliki kandungan pati cukup tinggi, berpotensi sebagai alternatif pengganti makanan. 
  4. Kulit dipakai sebagai bahan abu gosok yang bagus, dengan cara dijemur sampai kering dan dibakar sampai hancur, dapat juga digunakan untuk campuran media tanaman di dalam pot, serta sebagai campuran bahan baku papan olahan serta produk lainnya. 
  5. Bunga dan buah mentahnya dapat dijadikan makanan, antara lain dibuat sayur.
Bagian utama dari tanaman durian yang mempunyai nilai ekonomi dan sosial cukup tinggi adalah buahnya. Buah yang telah matang selain enak dikonsumsi segar, juga dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai jenis makanan maupun pencampur minuman seperti dibuat kolak, bubur, keripik, dodol, tempoyak, atau penambah cita rasa ice cream. Disamping itu, buah durian mengandung gizi cukup tinggi dan komposisinya lengkap, seperti disajikan pada tabel berikut (Rukmana, 1996).
Tabel Kandungan Manfaat Buah Durian Per 100 gr Bahan
Kandungan Gizi
Satuan
Jumlah
Energi
kal
134,0
Protein
gr
2,4
Lemak
gr
3,0
Karbohidrat
gr
28,0
Kalsium
mgr
7,4
Fosfor
mgr
44,0
Zat Besi (Fe)
mgr
1,3
Vitamin A
SI
175,0
Vitamin B1
mgr
0,1
Vitamin C
mgr
53,0
Air
gr
65,0
Bagian dapat dimakan
%
22,0
Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI (1996)
Biji durian berbentuk bulat-telur, berkeping dua, berwarna putih kekuning-kuningan atau coklat muda. Tiap rongga terdapat 2-6 biji atau lebih. Biji durian merupakan alat atau bahan perbanyakkan tanaman secara generatif, terutama untuk batang bawah pada penyambungan (Rukmana, 1996).
Biji durian dapat diperoleh pada beberapa daerah yang mempunyai potensi akan adanya buah durian dimana biji durian tersebut menjadi salah satu limbah yang terbengkalai atau tidak dimanfaatkan, yang sebenarnya banyak mengandung nilai tambah. Agar limbah ini dapat dimanfaatkan sebagaimana sifat bahan tersebut dan digunakan dalam waktu yang relatif lama, perlu diproses lebih lanjut, menjadi beberapa hasil yang bervariasi.
Di Indonesia biji durian memang belum memasyarakat untuk digunakan sebagai bahan makanan. Biasanya biji durian hanya dikonsumsi sebagian kecil masyarakat setelah direbus atau dibakar (Rukmana, 1996), padahal biji durian dapat diolah menjadi makanan lain yang lebih menarik dan enak. Produk pengolahan biji durian antara lain keripik biji durian, bubur biji durian dan tepung biji durian.
Biji durian memiliki kandungan pati yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai alternatif pengganti bahan makanan atau bahan baku pengisi farmasetik, contohnya pati biji durian diketahui dapat digunakan sebagai bahan pengikat dalam formulasi tablet ketoprofen (Jufri, 2006). Winarti (2006), menyebutkan bahwa biji durian, bila ditinjau dari komposisi kimianya, cukup berpotensi sebagai sumber gizi, yaitu mengandung protein 9,79%, karbohidrat 30%, kalsium 0,27% dan fosfor 0,9% (Wahyono, 2009).
Menurut Genisa dan Rasyid (1994) dalam Muhamad Afif (2007), komposisi kimia biji durian hampir sama dengan biji-biji yang termasuk famili Bombacaceae yang lain, komposisi kandungan yang terdapat pada biji durian yang dimasak kadar airnya 51,1 gram, kadar lemak 0,2 gram, kadar protein 1,5 gram, dan kadar karbohidrat 46,2 gram. Biji dari tanaman yang famili Bombacaceae kaya akan karbohidrat terutama patinya yang cukup tinggi sekitar 42,1% dibanding dengan ubi jalar 27,9% atau singkong 34,7% (Afif, 2007).
Asam oksalat dalam keadaan murni berupa senyawa kristal, larut dalam air (8% pada 10oC) dan larut dalam alkohol. Asam oksalat membentuk garam netral dengan logam alkali (NaK), yang larut dalam air (5-25%), sementara itu dengan logam dari alkali tanah, termasuk magnesium (Mg) atau dengan logam berat, mempunyai kelarutan yang sangat kecil dalam air. Jadi kalsium oksalat secara praktis tidak larut dalam air. Berdasarkan sifat tersebut asam oksalat digunakan untuk menentukan jumlah kalsium. Asam oksalat ini terionisasi dalam media asam kuat (Sutrisno, 2007).
Asam oksalat bersama-sama dengan kalsium dalam tubuh manusia membentuk senyawa yang tak larut dan tak dapat diserap tubuh, hal ini tak hanya mencegah penggunaan kalsium yang juga terdapat dalam produk-produk yang mengandung oksalat, tetapi menurunkan CDU dari kalsium yang diberikan oleh bahan pangan lain. Hal tersebut menekan mineralisasi kerangka dan mengurangi pertambahan berat badan (Sutrisno, 2007).
Asam oksalat dan garamnya yang larut air dapat membahayakan, karena senyawa tersebut bersifat toksis. Pada dosis 4-5 gram asam oksalat atau kalium oksalat dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa, tetapi biasanya jumlah yang menyebabkan pengaruh fatal adalah antara 10 dan 15 gram. Gejala pada pencernaan (pyrosis, abdominal kram, dan muntah-muntah) dengan cepat diikuti kegagalan peredaran darah dan pecahnya pembuluh darah inilah yang dapat menyebabkan kematian (Sutrisno, 2007).
Karena pengaruh distropik oleh oksalat tergantung pada ratio molar antara asam oksalat dan kalsium, hal itu dapat dicegah melalui cara, yaitu (Sutrisno, 2007):
  1. Menghilangkan oksalat dengan membatasi konsumsi bahan makanan yang banyak mengandung oksalat yang larut, yaitu dengan menghindari makan dalam jumlah besar atau juga menghindari makan dalam jumlah kecil tetapi berulang-ulang. Mengkombinasikan beberapa makanan yang banyak mengandung oksalat perlu juga dihindari. 
  2. Dengan cara menaikkan suplai kalsium yang akan dapat menetralkan pengaruh dari oksalat. 
  3. Memasak bahan makanan yang mengandung asam oksalat hingga mendidih dan membuang airnya sehingga dapat memperkecil proporsi asam oksalat dalam bahan makanan.
Keberadaan senyawa oksalat dapat diidentifikasikan melalui beberapa uji reaksi berikut ini (Vogel, 1985):
  1. Larutan perak nitrat: endapan oksalat yang putih dan seperti dadih susu, yang sangat sedikit larut dalam air; larut dalam larutan amonia dan dalam asam nitrat encer. 
  2. Larutan kalsium klorida: endapan putih kristalin, kalsium oksalat, dari larutan-larutan netral, yang tak larut dalam asam asetat encer, asam oksalat dan dalam larutan amonia oksalat, tetapi larut dalam asam klorida encer dan dalam asam nitrat encer. 
  3. Larutan kalium permanganat: warnanya menjadi hilang bila dipanaskan dalam larutan asam sampai 600-700. Penghilangan warna larutan permanganat ini juga ditimbulkan oleh banyak senyawa organik lainnya, tetapi jika seterusnya karbon dioksida yang dilepaskan itu diuji dengan reaksi air kapur, uji ini menjadi spesifik bagi oksalat.
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan untuk identifikasi oksalat pada biji durian, adapun kesimpulan yang dapat diambil yaitu bahwa pada biji durian terdapat senyawa oksalat dengan keterangan hasil uji berikut ini:
  1. Uji dengan larutan perak nitrat. Filtrat biji durian ditambah larutan perak nitrat terbentuk endapan putih, kemudian ditambah asam nitrat encer, endapan putih menjadi hilang, dan sampel menjadi jernih. 
  2. Uji dengan larutan Pb asetat. Filtrat biji durian ditambah Pb asetat terbentuk endapan putih seperti dadih susu yang terpisah didasarnya. 
  3. Uji dengan kalium permanganate. Filtrat biji durian ditambah kalium permanganat menjadi warna ungu, kemudian ditambah asam klorida menjadi warna kuning, dan setelah dipanaskan sampel menjadi berwarna putih jernih. 
  4. Uji dengan larutan kalsium klorida. Filtrat biji durian ditambah larutan kalsium klorida tidak menunjukkan adanya perubahan, setelah ditambahkan asam asetat sampel menjadi lebih jernih dan setelah dibiarkan beberapa lama kemudian terbentuk endapan putih di dasarnya.
Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus. Tepung bisa berasal dari bahan nabati misalnya tepung terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari jagung, atau hewani misalnya tepung tulang dan tepung ikan (Wikipedia, 2009). Tepung biji durian adalah tepung yang berasal dari biji durian melalui proses penyortiran, pencucian, pengupasan, pemblansingan, perendaman, pengirisan, pengeringan, dan penepungan.
Berdasarkan komposisinya, tepung digolongkan menjadi dua, yaitu tepung tunggal adalah tepung yang dibuat dari satu jenis bahan pangan, misalnya tepung beras, tepung tapioka, tepung ubi jalar dan sebagainya, dan tepung komposit yaitu tepung yang dibuat dari dua atau lebih bahan pangan. Misalnya tepung komposit kasava-terigu-kedelai, tepung komposit jagung-beras, atau tepung komposit kasava-terigu-pisang (Widowati, 2009).
Pada pembuatan tepung, seluruh komponen yang terkandung di dalam bahan pangan dipertahankan keberadaannya, kecuali air. Teknologi tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang ingin serba praktis (Widowati, 2009).
Dengan biji durian yang diolah menjadi tepung, dapat diolah lebih lanjut menjadi makanan seperti dodol, kue telur blanak, wajik, kue kering, dan berbagai produk lainnya dimana bahan tepungnya dapat disubstitusi dengan tepung biji durian.
Pengubahan bentuk biji durian menjadi tepung akan mempermudah pemanfaatan biji durian menjadi bahan setengah jadi yang fleksibel, karena selain tahan lama daya simpannya juga dapat dipakai sebagai penganeragaman pengolahan bahan makanan.
  1. Penyortiran. Pemilihan biji durian yang baik yang diambil dari buah durian yang dalam keadaan baik, tidak terserang hama maupun penyakit. Biji durian berukuran besar atau setidaknya beratnya minimal 35 gr sehingga apabila dikupas daging bijinya banyak. 
  2. Pencucian. Biji durian yang sudah disortir kemudian dicuci berulang kali sampai bersih, setiap kali cuci airnya diganti. Pencucian ini berfungsi untuk melepaskan segala kotoran yang melekat pada biji durian, terutama untuk menghilangkan daging buah durian yang masih melekat pada bijinya (Afif, 2006). 
  3. Pengupasan. Pengupasan yaitu proses pemisahan biji durian dari kulit arinya dengan menggunakan pisau, karena biasanya kulit bahan memiliki karakteristik yang berbeda dengan isi bahan (Sulistyowati, 2001). 
  4. Pemblansingan. Blansing adalah proses pencelupan pada air panas atau pengukusan selama beberapa menit. Tujuannya untuk inaktivasi enzim-enzim yang dapat menyebabkan degradasi warna, penghasil getah dan pengempukkan tekstur pangan. Fungsi lain dari blansing untuk mengurangi gas-gas terlarut dan memperbaiki tekstur (Jarod, 2007). 
  5. Perendaman. Kapur yang digunakan dalam membuat air kapur yang digunakan dalam proses perendaman pada tahap pembuatan tepung biji durian disebut juga kapur sirih, kapur tohor, kapur mati, dan lain-lain. Sesuai dengan rumus kimia dan nama unsur penyusunnya, kapur ini dikenal dengan nama kalsium hidroksida. Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2. Kalsium hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air (H2O). Kapur tohor Ca(OH)2 atau kalsium hidroksida merupakan zat padat yang berwarna putih dan amorf. Kapur tohor (quick lime) dihasilkan dari batu gamping yang dikalsinasikan, yaitu dipanaskan pada suhu 6000C-9000C. Kapur tohor ini apabila disiram dengan air secukupnya akan menghasilkan kapur padam (hydrated/slaked quicklime) dengan mengeluarkan panas (Sukandarrumidi, 1999). Perendaman dalam air kapur dalam pengolahan tepung biji durian diharapkan dapat mengurangi getah atau lendir, membuat tahan lama, mencegah timbulnya warna atau pencoklatan. Perendaman dalam larutan kapur sirih dapat berfungsi sebagai pengeras atau memberi tekstur, mengurangi rasa yang menyimpang: sepet, gatal, getir dan citarasa menyimpang (Jarod, 2007) dan juga menurunkan senyawa oksalat yang ada pada biji durian yang tidak baik untuk tubuh kita (Sutrisno, 2007). Alasan lainnya digunakan air kapur dalam proses pembuatan tepung biji durian ini adalah harganya yang murah dan terjangkau serta mudah didapatkan, juga sifatnya yang mudah larut dalam air. Biji durian direndam dalam air kapur 5%, 10%, dan 15% selama 1 jam. Konsentrasi air kapur 5% berarti didalam 100 ml air kapur terdapat 5 gram kapur. 
  6. Pengirisan. Biji durian yang telah direndam dalam air kapur dicuci kembali dengan air bersih, kemudian diiris tipis dengan menggunakan pisau atau alat pengiris. Tujuan pengirisan ini adalah untuk mempercepat proses pengeringan (Afif, 2007). 
  7. Pengeringan. Pengeringan dilakukan secara langsung dengan menggunakan tenaga matahari, proses penjemuran dilakukan sampai kering. Karena dengan daging biji yang kering tersebut guna mempermudah dalam proses penepungan pada biji durian (Afif, 2006). Tujuan pengeringan adalah menghilangkan atau mengurangi kadar air bahan agar mikroba penyebab penyakit tidak bisa hidup, sehingga bahan pangan menjadi awet dan tahan lama. Pengurangan air menurunkan bobot dan memperkecil volume pangan sehingga mengurangi biaya pengangkutan dan penyimpanan. Selama pengeringan terjadi perubahan fisik dan kimiawi yang tidak semuanya diinginkan. Selain penyusutan volume, pangan dapat mengalami perubahan warna yang tidak disukai seperti pencoklatan, dapat pula terjadi penurunan nilai gizi, aroma dan rasa, dan kemampuan menyerap air (WHO, 1991). 
  8. Penepungan. Irisan biji durian yang sudah kering ditumbuk atau dihaluskan untuk memperkecil ukuran partikel, hingga menjadi bubuk halus/tepung. Kemudian diayak sehingga diperoleh hasil berupa tepung yang halus dan homogen (Rukmana, 1996). 
  9. Penyimpanan. Tepung biji durian agar tahan lama dalam penyimpanannya disimpan dalam tempat yang rapat, tidak lembab suhunya. Apabila suhunya lembab dan tidak rapat akan mengakibatkan kerusakan pada tepung seperti ditumbuhi jamur atau kutu. Sehingga penyimpanannya dapat dilakukan dalam kantong plastik, karung kain, kantong besar, dan lain-lain (Afif, 2007)...

Wednesday 22 May 2013

Sejarah Homeschooling di Indonesia | PSYCHOLOGYMANIA


Sejarah homeschooling di Indonesia dapat dilacak dalam penyusunan UUD 1945. Negara menjamin adanya pendidikan di Indonesia, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara di sektor pendidikan. Pendidikan di sekolah merupakan salah satu sub sistem dari keseluruhan sistem pendidikan yang terdiri dari sentra keluarga, masyarakat, media, dan sekolah. Pemerintah Indonesia pada hakekatnya telah melakukan beberapa kebijakan pendidikan guna mengakomodasi dan melayani kebutuhan pendidikan bagi anak-anak di Indonesia, karena pendidikan merupakan usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Kegiatan pengajaran tersebut diselenggarakan pada semua satuan dan jenjang pendidikan yang meliputi wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (Depdiknas, 2001).
Namun, pada saat ini banyak fenomena yang mengarah pada bentuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap signifikansi proses pendidikan dalam sistem sekolah formal untuk merubah kualitas hidup. Proses yang terjadi di sekolah dianggap sebagai ritual formalitas yang berkisar dari menjemukan sampai dengan menyiksa anak, namun perlu dilakukan agar mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah berupa ijazah untuk bisa memasuki jenjang selanjutnya. Sekolah hanya dianggap sebagai lembaga pemberi ijazah. Di tingkat perguruan tinggi, terungkapnya kasus pembelian gelar dan ijazah sebagai jalan pintas yang juga melibatkan beberapa pejabat dan anggota dewan merupakan pucuk gunung es dari ketidakpercayaan terhadap proses pembelajaran dalam sistem formal.
Sejalan dengan hal tersebut muncul sekolah-sekolah alternatif yang diprakarsai oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Ketika masyarakat tergerak untuk mengambil alih kembali pendidikan, muncul pendidikan alternatif yang diprakarsai sejumlah lembaga swadaya masyarakat. Terdapat sanggar anak, sekolah anak rakyat, komunitas pinggir kali, dan sebagainya. Dan akhir-akhir ini yang lebih menggembirakan lagi, muncul sebuah gerakan sekolah rumah  (homeschooling) sebagai bentuk ketidakpercayaan kepada sekolah formal. Walaupun masih belum cukup banyak dibanding kompleksitas berbagai permasalahan dalam masyarakat, upaya-upaya alternatif ini merupakan bagian dari dinamika proses negosiasi dimensi formal dan non-formal dari pendidikan.
Prasetyawati (2006) mengatakan bahwa kegiatan belajar yang dialihkan dari sekolah ke rumah (homeschooling) disebabkan oleh ketidakpuasan orang tua terhadap sistem pendidikan, ketidaksesuaian anak terhadap mata pelajaran sehingga tidak bisa mengembangkan potensi anak, pergaulan di sekolah yang memberi dampak buruk, misalnya: penyalahgunaan obat terlarang yang sudah menyusup di kalangan pelajar, serta adanya fleksibilitas dalam memberikan pelajaran oleh orang tua. 
Ibuka (dalam Sukadji, 2000) menyatakan tulisannya mengenai pendidikan anak, bahwa anak hendaknya mulai dididik sejak lahir oleh orang tuanya sendiri. Pendidikan anak pada hakikatnya berasal dari rumah dan yang menjadi guru pertama kali dalam hidup anak adalah orang tua, yang mana pendidikan dalam rumah dapat membuat anak sehat jasmaninya, lebih bermental fleksibel, lebih cerdas, dan lebih sopan. Yulfiansyah (2006) mengatakan bahwa pada homeschooling yang menjadi guru untuk mendidik dan mengajarkan anak adalah orang tua.  Selanjutnya orang tua dapat pula mengundang siapa saja untuk memberikan transfer keahlian pada anak-anaknya, bisa seorang mahasiswa untuk bidang yang dikuasainya, seorang suster untuk masalah kesehatan, seorang satpam untuk belajar bela diri, seorang cleaning service untuk kegigihan dan kesungguhan dalam bekerja, seorang buruh pabrik, dan lain sebagainya. Pada dasarnya dengan pengalaman yang mereka miliki, wawasan anak didik menjadi lebih berkembang oleh karena ilmu yang sejati bisa datang dan dibawa oleh siapa saja.
Suyanto (2006) mengatakan bahwa orang tua yang ragu-ragu terhadap kualitas pendidikan formal yang ada, sah-sah saja jika ingin mendidik sendiri anaknya di rumah. Namun, tentu materinya harus sesuai dengan standard yang berlaku. Untuk itulah anak-anak yang mengikuti homeschooling harus menempuh ujian kesetaraan, yang dapat diikuti melalui lembaga yang dikelola oleh pemerintah, seperti di Sanggar Kegiatan Belajar-Unit Pelaksaanaan Teknis Daerah (SKB-UPTD) yang sudah menyebar di seluruh kabupaten di Indonesia, dan di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang penyebarannya mencapai tingkat kelurahan. Dengan demikian anak yang homeschooling dapat memperoleh ijazah sama seperti anak yang sekolah di sekolah formal, dan dapat melanjutkan pendidikannya di sekolah yang lebih tinggi pula.   
artikel terkait :

Tuesday 21 May 2013

Agama dan Perubahan Sosial


Hubungan agama dan perubahan sosial sangat erat. Para ahli sosiologi agama mengkaji hubungan antara agama dan perubahan sosial. Ada yang berpendapat, misalnya, bahwa agama menghambat perubahan sosial. Pandangan ini tercermin dari ucapan Marx bahwa ”agama adalah candu bagi rakyat”; menurutnya karena ajaran agamalah maka rakyat menerima saja nasib buruk mereka dan tidak tergerak untuk berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan. Pandangan ini ditentang ahli sosiologi lain, yang menunjukkan bahwa dalam banyak masyarakat kaum agama merupakan kekuatan revolusioner yang memimpin gerakan sosial untuk mengubah masyarakat.
Contoh yang dapat diajukan untuk mendukung pendapat demikian adalah, antara lain, berbagai gerakan perlawanan kaum ulama di tanah air kita terhadap penjajahan Belanda, kepeloporan para rohaniwan Katholik dalam menghadapi diktator dan rezim militer di berbagai negara Amerika Selatan, perlawanan para rohaniwan Katholik di polandia terhadap rezim komunis, dan gerakan para Ayatollah yang berhasil menjatuhkan rezim Shah Iran. Kita tentu masih ingat pula tesis Weber, yang intinya ialah bahwa perkembangan semangat kapitalisme di Eropa Barat berhubungan secara erat dengan perkembangan etika Protestan.
Dalam banyak masyarakat perubahan sosial sering diiringi dengan gejala sekularisme, yang oleh Giddens (1989) didefinisikan sebagai proses melalui mana agama kehilangan pengaruhnya terhadap berbagai segi kehidupan manusia dan oleh Light, Keller dan Calhoun (1989) didefinisikan sebagai proses melalui mana perhatian manusia beserta institusinya semakin tercurahkan pada hal duniawi dan perhatian terhadap hal yang bersifat rohaniah semakin berkurang. Para ahli sosiologi mengemukakan bahwa proses ini seringkali memancing reaksi dari kalangan agama, yang dapat berbentuk perlawanan maupun penyesuaian diri.
Kisah perlawanan agama terhadap perubahan sosial dapat kita temukan dalam sejarah berbagai masyarakat. Revolusi yang berlangsung di Iran di bawah pimpinan Ayatollah Khomeini, misalnya, merupakan reaksi terhadap perubahan cepat yang terjadi dalam masyarakat.
Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat kita telah diiringi dengan peningkatan keagamaan di kalangan umat Islam. Dampak perubahan sosial dapat pula berwujud dalam perubahan pada agama. Bellah (1964) misalnya mengemukakan bahwa dalam agama secara bertahap berlangsung evolusi ke arah diferensiasi, kekomprehensifan, dan rasionalitas yang lebih besar.
artikel terkait: